Badan Usaha Milik Negara (BUMN) AirNav Indonesia dikatakan pihak CBA menuai kritik tajam terkait besarnya anggaran yang digelontorkan untuk sumber daya manusia (SDM). Lembaga pengawasan anggaran, Center for Budget Analysis (CBA), menyebut AirNav Indonesia terlalu boros dan hanya memanjakan para karyawan, hingga menyebabkan potensi pemborosan negara yang mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya.
Ketua Dewan Pengawas AirNav Indonesia, Lukman F. Laisa kata Jajang Nurjaman kepada moralitynews.com dalam laporannya sempat menyampaikan target ambisius berupa realisasi pengambilalihan ruang udara di Kepulauan Riau dan Natuna dari Flight Information Region (FIR) Singapura ke FIR Jakarta. Langkah ini disebut sebagai bentuk penguatan kedaulatan ruang udara nasional.
Namun, CBA menyebut bahwa pernyataan tersebut tidak realistis dan terlalu mengawang. “Yang rasional justru soal peningkatan kualitas SDM menghadapi tantangan industri penerbangan yang kian kompleks,” kata Koordinator CBA, Jajang Nurjaman, Kamis (31/7/2025).
Ironisnya, lanjut Jajang, peningkatan kualitas SDM ini justru berujung pada pemborosan anggaran yang sangat besar. Berdasarkan data yang dikantongi CBA, jumlah karyawan AirNav Indonesia pada tahun 2024 mencapai 4.926 orang, meningkat dari 4.868 orang di tahun sebelumnya. Untuk menggaji ribuan karyawan itu, AirNav Indonesia mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1,9 triliun pada 2024 dan Rp 1,8 triliun pada 2023.
“Bila disimulasikan, rata-rata pendapatan per orang karyawan AirNav Indonesia mencapai Rp 403 juta per tahun atau sekitar Rp 33,6 juta per bulan pada 2024. Sementara di 2023, pendapatan rata-rata mencapai Rp 370,8 juta per tahun atau Rp 30,9 juta per bulan,” beber Jajang.
Menurutnya, angka tersebut terlalu besar untuk ukuran perusahaan BUMN yang seharusnya mengedepankan efisiensi dan kinerja, bukan hanya kenyamanan karyawan. Ia menegaskan bahwa besarnya belanja untuk karyawan berpotensi membuat AirNav boncos secara finansial dan tidak sehat secara kelembagaan.
“Kalau anggaran sebesar itu hanya untuk memanjakan SDM, lama kelamaan AirNav Indonesia bisa boncos. Ini bukan bentuk investasi SDM, tapi pemborosan anggaran,” tegas Jajang.
CBA mendesak pemerintah dan Kementerian BUMN untuk turun tangan dan melakukan audit menyeluruh terhadap belanja operasional AirNav Indonesia. Jajang juga meminta agar reformasi manajemen dilakukan, terutama dalam menyusun ulang skema kompensasi dan insentif yang lebih seimbang antara produktivitas dan keberlanjutan keuangan perusahaan.
Sebagai pengelola layanan navigasi penerbangan nasional, AirNav Indonesia memang memegang peran penting dalam keselamatan dan efisiensi lalu lintas udara. Namun, kata Jajang, hal itu tidak boleh dijadikan dalih untuk menghamburkan uang negara.
“Kami berharap AirNav lebih transparan dan akuntabel. Jangan sampai jadi contoh buruk BUMN yang besar pasak daripada tiang,” pungkasnya. (Ramly M)
Social Header