Penggunaan atau pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMAN 5 Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, kembali disorot. Kepala SMAN 5 Riagung Prastyo, diduga melakukan mark up (penggelembungan harga) dalam penggunaan anggaran Dana BOS tahun 2023. Sumber Morality News mengatakan dugaan Mark Up tersebut mencuat setelah diketahui bahwa sejumlah penggunaan anggaran tidak sesuai dengan Petunjuk Teknis (Juknis) yang diatur dalam Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020.
Ditambahkan sumber, berdasarkan data dari Kemendikbudristek, SMAN 5 Tambun Selatan menerima total anggaran Dana BOS sebesar Rp1.796.260.000. Pada tahap pertama pencairan pada 21 Maret 2023, dana digunakan untuk pengembangan perpustakaan sebesar Rp264.900.000, serta pemeliharaan sarana dan prasarana sebesar Rp431.903.400.
Namun, yang menjadi sorotan adalah penggunaan anggaran pada tahap kedua yang cair pada 25 Juli 2023. Pada tahap ini, dana kembali dialokasikan untuk pengembangan perpustakaan sebesar Rp246.549.000 dan pemeliharaan sarana dan prasarana sebesar Rp229.911.500. Penggunaan anggaran yang berulang untuk komponen yang sama menimbulkan kecurigaan adanya penggelembungan anggaran atau mark up dan "sarat dengan tindak KKN" (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
Ketika dugaan kasus tindak KKN ini diupayakan wartawan Morality News mengkonfirmasi kepada pihak sekolah tidak membuahkan hasil.
Upaya konfirmasi dilanjutkan pada Jumat, (6/9/2024), YD, salah satu petugas keamanan sekolah, menyatakan bahwa Bondan, Humas SMAN 5, tidak hadir di sekolah . Hal yang sama disampaikan terkait keberadaan Kepala Sekolah, Riagung Prastyo, yang juga sedang tidak masuk.
Pihak sekolah terkesan menutup diri, bahkan ketika ditanya tentang pelaksanaan proyek pemeliharaan dan pengembangan yang menghabiskan anggaran dalam jumlah besar, petugas keamanan HKO mengaku tidak mengetahui adanya kegiatan tersebut.
Sejumlah orangtua murid yang ditemui saat berada di area sekolah juga memberikan komentera serupa dengan mengatakan tidak mengetahui tentang realisasi proyek tersebut, bahkan mereka tidak tahu bahwa ada bantuan pemerintah yang disalurkan. "Kami tidak tahu apa-apa soal itu," ujar beberapa orang tua murid kelas 11 dan 12..
Dugaan mark up ini semakin memperburuk citra pengelolaan keuangan sekolah, terutama terkait transparansi penggunaan anggaran. Hingga berita ini diturunkan, pihak sekolah belum memberikan penjelasan resmi terkait temuan ini. Bersambung. (Herri.M)
Social Header