Pasar Kranji Baru, Kota Bekasi, sudah lima (5) tahun mangkrak, dua perusahaan swasta disebut sebagai “pengembang”, justru saling melempar tanggung jawab. Sementara pedagang hanya bisa gigit jari di tengah puing-puing harapan.
PT Annisa Bintang Blitar (PT ABB) dan PT Erra Global Cipta. Dua entitas ini lebih cocok disebut “kongsi calo proyek”, daripada rekan strategis pembangunan. Kedua perusahaan ini semula diharapkan membawa napas segar lewat revitalisasi pasar, nyatanya hanya membawa kabut ilusi dan aroma gagal total.
Pemenang lelang, PT ABB, sejak awal didapuk sebagai mitra Pemkot Bekasi untuk membangun TPS (Tempat Penampungan Sementara). Target pembangunan hanya setahun. Tapi realisasinya? Butuh 2,5 tahun dan itu pun belum menyentuh pembangunan gedung utama pasar. "Jelas sejak awal PT ABB itu gak punya uang. Bangun TPS aja ngos-ngosan. Padahal sudah narik uang dari pedagang sekitar Rp26 miliar untuk kios, los, dan ruko,” tegas Mulyono, seorang pedagang dan mantan pengurus RWP Pasar Kranji.
Dikatakannya bahwa pada tahun 2023, PT ABB menggandeng PT Erra Global Cipta, semoga bisa saling topang. Tapi apa lancur, tegas Mulyono, mengaku ternyata PT Erra juga tak lebih dari calo proyek berseragam korporasi. Tak kuat modal, tak kuat integritas.
Lalu terjadilah manuver cantik akuisisi gadungan papar Mulyono, menguraikan bahwa pada 7 November 2023, PT ABB “diambil alih” oleh PT Erra Global Cipta. Namun jelas Sri Mulyono “akuisisi” ini ternyata hanyalah kesepakatan manis di atas kertas yang lebih cocok disebut “sandiwara legal”. “Nyatanya bukan akuisisi, cuma kesepakatan bersama. Niatnya untuk ngelabui Pemkot Bekasi. Tapi dampaknya, audit dan evaluasi Pemkot Bekasi jadi terhambat, dan pedagang makin merana,” tambah Mulyono.
Mulyono pun, mempertanyakan sikap Pemkot Bekasi. Bukannya mengambil langkah tegas menyelamatkan pasar dan para pedagang, pemerintah kota justru memilih diam dalam tafsir abu-abu. "Dalihnya, PKS (Perjanjian Kerja Sama) lemah dan multitafsir. Solusinya? Rencana addendum. Tapi itu pun sudah enam bulan jalan tak ada kabar beritanya,” kata Mulyono
Ditambahkan Mulyono bahwa setiap keputusan yang salah, rakyat yang menanggung. Pedagang tak tahu harus mengeluh dan mengadu kepada siapa lagi. Mereka ingin pasar dibangun, bukan dijadikan arena sinetron korporasi gagal. “Kalau begini terus, apa gunanya hukum. Di mana keadilan ? Pedagang terus dikorbankan, proyek mangkrak lima tahun, dan Pemkot Bekasi hanya menonton dari kursi empuk,” ujar Mulyono geram.
Menurutnya saat ini harapan hanya menggantung pada niat baik pejabat dan akal sehat birokrasi. "Jangan biarkan dua “aktor proyek” itu terus memainkan lakon yang hanya menambah daftar panjang penderitaan pedagang," ujarnya.
Ketika kasus ini hendak dikonfirmasi kepada dinas terkait, Kepala Dinas dan Sekertaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bekasi tidak ada di tempat. (Andre/Don).
Social Header